Jadilah Manusia Yang Bermanfaat Bagi Sesama

Selamat Datang di Blog Saya

Kamis, 16 Agustus 2012

Mengukur kegagalan dan keberhasilan Puasa

Sumber dari : http://arif-dian.blogspot.com/2010/08/mengukur-kegagalan-dan-keberhasilan.html

Dalam kita melaksanakan semua perintah, termasuk perintah Allah, idealnya, memahami tujuan perintah tersebut, agar dapat mencapai hasil yang maksimal dan mengetahui sejauh mana kualitas pekerjaan kita, tingkat keberhasilan kita dan segalanya. Seorang anak yang melaksanakan perintah orang tuanya agar bersekolah bilamana ia tidak mengerti untuk apa dia bersekolah atau ia tidak mengerti tujuan orang tua nya untuk apa ia bersekolah, akibatnya anak itu menjalankan asal asalan saja.

Demikian halnya, dalam kita melaksanakan puasa orang yang mengetahui tujuan puasa dalam menjalankan ibadah puasa juga akan berbeda baik dalam penerapannya maupun dalam hasil yang diperolehnya berkaitan dengan pengetahuan atau kepribadian. Allah dalam memberikan perintah biasanya ditunjukkan juga tujuannya, tetapi sifatnya masih umum, menegani detailnya diserahkan kepada manusianya sendiri untuk mencarinya karena al quran merupakan petunjuk yang bersifat umum. baca selengkapnya


TUJUAN BERPUASA
Tujuan berpuasa sebagaimana tertulis dalam QS Al Baqarah 183. Kalau menurut tinjauan Syar’inya, seperti tertulis dalam QS Al Baqarah 177 yakni
“ Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebajikan akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari kemudian, malaikat malaikat, kitab kitab, nabi nabi dan memberikan musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang meminta minta dan hamba sahaya, mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan orang orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang orang yang sabar dalam kesempitan dan penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang yang benar dan mereka itulah orang yang bertaqwa. “

Tujuan puasa tidak mengarah pada pembentukan kesehatan seperti olah raga melainkan pembentukan moral dan perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam Islam.

Sekarang kita perlu pahami mengenai hubungan apa, jalinan system yang bagaimana, antara puasa dengan pembentukan kepribadian taqwa, bagaimana prosesnya puasa dapat membangun seseorang menjadi pribadi takwa, pribadi yang dapat menghindari diri dari kedosaan dan berpacu dalam kebaikan. Dari landasaan tujuan ini, akan dapat dijadikan standar untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan seseorang muslim dalam berpuasa. Tapi permasalahan hidup beragama atau pengabdian diri kepada Allah tidak cukup dengan mendapat pengakuan saja melainkan yang lebih penting adalah kualitasnya, karena kualitas itu akan menjadi bekal menghadapi tantangan hidup dijalan Allah, tanpa kualitas hampir dipastikan mereka akan gagal menghadapi tantangan hidup dijalan Allah.

Proses Puasa Ke Takwa

Kata puasa atau kata ashiiyam, menurut al Maraghi ialah mengekang rasa, menahan diri dari sesuatu, makna khusunya ialah menahan diri tidak makan tidak minum dan bersetubuh sejak fajar hingga matahari terbenam. Pengertian puasa menurut pandangan kami, dengan bersandar pada realitas psikologis ialah orang yang menahan diri tidak makan ketika dalam diri ada dorongan makan(lapar) menahan minum ketika dalam diri kita ada dorongan minum(haus) menahan dorongan menyalurkan seks ketika ada rangsangan seks. Menahan diri dari mencela,menghibah,menghina, menyombongkan diri ketika ada dorongan emosi tersebut, untuk suatu tujuan membangun kepribadian tangguh, orang yang tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosinya ,bangunan pribadinya akan labil dan ditentukan oleh keadaan perasaannya.

Allah menjadikan manusia sebagai makhluk yang berakal, juga berperasaa, dengan akalnya, manusia dapat mengenal berbagai realitas alam dan manusia dengan perasaanya manusia dapt merasakan berbagai kenikmatan dan menghindari diri daridari berbagai bentuk kesakitan, baik jasmaniah dan rohaniah. Tapi disisi lain manusia adalah makhluk sosial, ia terikat hukum sosial yakni saling membutuhkan, saling menghargai hak dan kewajiban, saling memelihara lingkungan dari berbagai hal yang dapat merusaknya. Sifat dari akal adalah ialah melihat kenyataan di lapangan, sedangkan sifat dari perasaan adalah menuntut terpenuhi gejolak rasanya tanpa melihat hak dan kewajibansosial ketika manusia merasakan lapar akalnya berjalan untuk memenuhi kebutuhan perasaan laparnya, tetapi ia juga memperhatikan makanan apa yang boleh dimakan dan makanan apa yang tidak boleh dimakan, sedangkan perasaan laparnya tidak memeperdulikan itu semua ia hanya ingin sesuatu yang dapat memenuhi rasa laparnya apakah makana tersebut dimasukkan dari hasil mencuri atau bekerja. Ketika manusia dalam perasaan marah, secara perasaan ingin melampiaskan seluruh kemarahannya kepada orang yang membuuat marah tanpa melihat akibat yang ditimbulkan, atau ketika seorang terlibat dalam rasa cinta, ada dorongan kuat untuk menyalurkan seluruh rasa cintanya pada mereka yang dicintai dalam bentuk apapun tanpa melihat halal dan haramnya dll. Hanya kemampuan akalnya yang dapat mengerem semua tindakan emosionalnya dan jika akalnya tidak dapat menjadi rem yang baik maka, terapi yang baik adalah latihan membiasakan diri menahan dari tindakan emosional, lewat system puasa, adri sini akan lahir pengalaman baru dan kepribadian baru.

Perilaku Puasa

Dari pemikiran diatas, maka selayaknya orang berpuasa menyadari bahwa dirinya menghadapi latihan pengendalian dari berbagai emosi dan selalu melakukan evaluasi, khusunya pada akhir Ramadhan dengan I’tikaf. Dengan ini maka, perilaku orang yang berpuasa tidak hanya sekedar tidak makan-tidak minum, akan tetapi yang lebih dominana adalah menjaga tingkat emosi kita dalam menghadapai berbagai hal,tidak makan dan tidak minum bukan tujuanm ia hanya merupakan system utnuk latihan pengendalian emosi.
Menjaga emosi disaat orang dalam keadaan lapar memang berat karena pada kondisi ini seseorang mudah emosi sehingga perlu bagi rang berpuasa membuat system pengendalian emosi sebagai berikut:

1. Sistem kesadaran

Kesadaran doktriner
a. Kesadaran tentang larangan menuruti emosi
b. Kesadaran bahwa kami sedang latihan dan diuji untuk mengendalikan emosi
c. Bilamana berkaitan dengan orang lain mudah memaafkan

Kesadran pragmatis, membiasakan diri untuk melakukan tindakan atau perbuatan dengan mempertimbangkan fitrah manusia yakni benar dan salah, untung dan rugi.

2. Menutup jalan emosi

Orang yang emosi pasti ada sebab dan akibatnya, sebabnya bias lewat budaya,pembiasaan,kekeliruan, atau penyakit akibatnya dapat ke pikiran dan ke fisik, utnuk mentup jalan yang dapat membawa emosi yang berhubungan dengan sebab dapat dilakukan dengan mengoreksi budaya, tidak melakukan pembiasaan emosi atau tidak tergesa gesa dalam merespon, sedagkan yang berkaitan dengan aspek piker dapat dilakukan dengan cara mengabaikan atau berpikir positif modelnya bias lewat dzikir, meningakatkan kesibukan dan silaturahmi. Bilamana telah sampai ke jantung dapat dilakukan dengan cara latihan pernafasan.

3. HIjrah, tidak memasuki pada jaln jalan atau aktifitas yang dapat mengantarkan kita pada tindakan emosional, langkah ini dipandang sebagai yang terakhir karena system hijrah punya konsekuensi tinggi yaitu harus melepaskan segala hal hal yang positif. Perlu saya tekankan disini emosi bukan gambaran dari kekerasan meliankan juga dapat berbentuk keharmonisan, cinta kasih dan belas kasihan. Standarnya ialah tindakan yang tidak berdasarkan pengamatan empiris, benar salah, pertimbangan untung rugi melainkan Karena dororngan dorongan perasaan yang berkobar kobar.
Sistem perilaku praktis ialah:

1. Melaksanakan puasa dapat diterima dengan perasaan lapang, ringan syukur.
2. Dalam menghadapi dorongan emosi makan/minum, khususnya pada waktu berbuka hendaknya dilakukan secara wajar.
3. Bangun malam utnuk melaksanakan sahur hendaknya dilakukan secara rutin dan dengan makan yang bergizi.
4. Melakukan control nila dalam melakukan komunikasi
5. Jangan mengikuti dorongan emosi khusunya emosi seks

Puasa Yang Berhasil

Berdasarkan pemikiran diatas, utnuk mengukur keberhasilan dan kegagalan dalam berpuasa dapat dilihat dari kemampuannya mengendalikan emosi dalam menjalankanperintah Allah dengan menjalankan perintah Allah dan menghadapi hambatannya maka nilai keberhasilannya tinggi sebaliknya orang yang tidak ada perubahan mengendalikan emosi dalam melaksanakan perintah maka dapat dipastikan kegagalan atau rendahnya kualitas puasanya. Orang yang berhasil puasanya akan mudah menjalankan semua yang diperintahkan Allah meskipun harus mengorbankan segalanya, inilah yang disebut PRIBADI TAKWA